Impor Beras 200.000 Ton, Pengamat: Cukup untuk Bulog Intervensi Hingga Februari 2023

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai, stok beras di Perum Bulog saat ini ditambah rencana impor 200.000 ton mencukupi untuk intervensi hingga Februari 2023.

Artinya tahun depan, Bulog tak perlu kembali membeli beras dari luar negeri. Terlebih Maret sudah terdapat panen.

“Dugaan saya, Desember ini operasi pasar kira-kira 200 ribu ton. Jadi, stok di Bulog tinggal 300-an ribu ton. Ditambah 200 ribu ton jadi 500 ribu ton. Cukup untuk jaga-jaga intervensi Januari-Februari 2023,” kata Khudori kepada Kontan.co.id, Kamis (8/12).

Stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog kini masih 295.000 ton dengan kualitas medium. Ia menambahkan, jika ditambah dengan stok komersial maka stok beras di Bulog hampir 500.000 ton.

Sebelumnya Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, CBP memiliki ketentuan yaitu beras medium. Sedangkan pembelian komersial yakni beras dengan kualitas premium. Maka agar stok komersial bisa masuk ke CBP diperlukan pengajuan ke pemerintah.

“Ihwal aturan CBP yang beras kualitas medium, mestinya tidak menjadi kendala serius. Bukankah impor yang selama ini dilakukan Bulog di tahun-tahun sebelumnya juga kualitas premium? Hari-hari ini stok di gudang Bulog ada 500-an ribu ton, baik CBP maupun komersial. Pemerintah, lewat Badan Pangan Nasional, kan sudah membolehkan Bulog mengisi CBP dengan kualitas komersial/premium. Jadi, mestinya yang dihitung bukan 295 ribu ton CBP kualitas medium, tapi seluruhnya,” jelasnya.

Adapun stok yang ideal di Bulog ialah sekitar 6 bulan penyaluran. Maka jika mengacu data penyaluran Bulog pada 2020-2021, rata-rata penyaluran per bulan sekitar 120.000 ton. Maka stok ideal di Bulog harusnya sekitar 720.000 ton.

Namun Khudori mengingatkan bahwa situasi saat ini sulit mendapatkan kondisi ideal tersebut.

“Perlu diingat, situasi saat ini bukan hal ideal. Apa yang ideal itu sulit dipenuhi, termasuk stok ideal 6 bulan penyaluran itu,” ujarnya.

Persoalan beras hingga kini masih menjadi urusan yang ruwet. Oleh karenanya, Ia mengusulkan adanya integrasi kembali hulu, tengah dan hilir.

Kondisi saat ini, di hulu Bulog harus menyerap gabah/beras petani. Di tengah Bulog mengelola sebagai cadangan dan mendistribusikan ke seluruh wilayah. Tapi di hilir tidak ada outlet pasti. Padahal beras bukanlah komoditi yang tahan lama.

Idealnya 4 bulan atau ketika turun mutu/rusak, beras harus diganti dengan yang baru. Namun, hal itu dapat dilakukan apabila tersedia outlet pasti dalam jumlah besar di hilir. Sayangnya hal ini belum terjadi.

Maka Ia menyarankan perlu adanya outlet pasti bagi Bulog di hilir. Adapun besarnya juga harus sesuai dengan kewajiban pembelian di hulu.

“BPNT salah satunya. Kelompok anggaran bisa diperbesar lagi, BUMN, ASN dan lainnya. Harus dicari outlet pasti,” kata Khudori.

Bagikan

Leave a Reply