BULOG Pastikan Tak Ada Kendala Penyaluran Beras ke Masyarakat

Sekretaris Perusahaan Bulog, Arwakhudin Widiarso di Kantor Bulog, Jakarta Selatan pada Jumat (17/1/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan

Perum Bulog memastikan penyaluran beras ke pasar masih lancar. Baik beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) maupun komersial sampai saat ini tak ada kendala dalam penyalurannya.

Berdasarkan panel harga Bapanas per Rabu (16/7), harga beras premium adalah Rp 16.079 per kg, angka ini berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yakni pada Rp 14.900 per kg. Sementara untuk beras premium harganya juga masih di atas HET Rp 12.000 yakni pada Rp 14.357 per kg.

“Lancar (penyalurannya), komersial semua kualitas beras, namun lebih fokus ke premium sesuai permintaan pasar. Penjualan beras komersial sekitar 15 persen dari target seluruh penjualan atau penyaluran Bulog,” kata Sekretaris Perusahaan Bulog Arwakhudin Widiarso kepada kumparan, Rabu (16/7).

Selain penyaluran beras premium yang masih lancar ke pasaran, Arwakhudin memastikan penyaluran SPHP juga tak menemui kendala. Untuk SPHP saat ini HET-nya ada di Rp 12.500 per kg untuk Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, NTB, dan Sulawesi.

Sementara untuk Sumatera kecuali Lampung dan Sumatera Selatan, NTT, dan Kalimantan HET ada di Rp 13.100 per kg. Untuk Maluku dan Papua, HET ada di Rp 13.500 per kg.

“Kegiatan SPHP baru dimulai Sabtu (12/7) sesuai penugasan pemerintah dan lebih fokus masuk dipasar rakyat, semua sedang berproses untuk semakin masif. Sampai hari ini on progress masih lancar,” ujar Arwakhudin.

Meski demikian, terkait kenaikan harga beras di pasaran, Arwakhudin menyerahkan urusan tersebut kepada Bapanas. Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan pengusaha penggilingan menjadi pelaku yang membuat harga beras tinggi.

Arief menjelaskan, pengusaha penggilingan beradu untuk membeli gabah dengan harga tinggi, hal inilah yang membuat harga pokok produksi beras kian terkerek. Padahal Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) telah ditentukan pemerintah sebesar Rp 6.500 per kg.

Hal tersebt membuat harga beras yang diterima konsumen harus lebih tinggi. Sebab penggilingan juga akan mengambil margin setelah harga produksi.

“Kenapa harga produksi tinggi? Gini, harga gabah Rp 6.500 (per kg), kamu (penggilingan) beli Rp 6.800 (perusahaan lain) beli Rp 7.000, Wilmar beli maunya Rp 7.400, Topi Koki beli Rp 7.500, Wilmar nggak mau kalah beli Rp 7.600-Rp 7.800 (per kg),” tutur Arief di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (15/7).

Menurutnya, kondisi tersebut memang menguntungkan petani, tetapi seharusnya penggilingan lebih memperhatikan plafon penjualan beras sebagai produk akhir, yaitu HET.

Arief melihat seharusnya penggilingan menyerap gabah secara masif pada saat panen raya. Sehingga penggilingan memiliki stok yang cukup untuk produksi saat masa tanam tiba dan tidak lagi berebut gabah.

Bagikan

Leave a Reply