JAKARTA, KOMPAS.com – Perum Bulog mengklaim telah menyerap 2.000.524 ton setara beras pada tahun ini. Dengan tambahan serapan ini, stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikuasai Bulog kini telah mencapai sekitar 3,6 juta ton. Direktur Pengadaan Perum Bulog Prihasto Setyanto mengatakan bahwa stok tersebut siap digunakan untuk mendukung berbagai program pemerintah sesuai penugasan. Bulog juga akan terus melanjutkan penyerapan hasil panen petani secara optimal guna memastikan harga gabah tetap menguntungkan petani, sekaligus menjaga ketersediaan beras yang cukup bagi masyarakat. “Sesuai dengan penugasan pemerintah, kami membeli gabah kering panen (GKP) dari petani dengan harga Rp 6.500 per kilogram. Melalui Tim Jemput Gabah Perum Bulog, bekerjasama dengan penyuluh pertanian dan Babinsa di lapangan, kami pastikan Bulog terus melakukan penyerapan sampai seluruh gudang penuh,” kata Prihasto dalam keterangannya, Kamis (8/5/2025).
Prihasto mengatakan, Bulog berkomitmen menyerap gabah kering panen melalui petani langsung, kelompok tani, dan gabungan kelompok tani. Selain itu, Bulog juga melakukan penyerapan beras bekerja sama dengan para penggilingan padi di seluruh Indonesia mulai dari skala penggilingan kecil hingga besar. Sebelumnya, pada Senin (6/5/2025), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut stok beras di gudang-gudang Perum Bulog mencapai 3,5 juta ton.
Amran mengatakan, stok beras itu tertinggi dalam 57 tahun terakhir atau sejak Bulog didirikan. Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli Ardiansyah angkat bicara soal klaim tersebut. Ruli mengatakan bahwa stok beras tersebut telah dibahas dalam rapat dengan Komisi IV DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025). “Ya tadi sempat dibahas, tempat dibahas sebenarnya itu kan sisa impor, bukan 3.500.000. Justru 1.700.000 (beras) itu adalah sisa impor (tahun) yang lalu,” ujar Ruli usai rapat.
Ruli mengatakan, penyerapan Perum Bulog baru sekitar 1,8 juta ton pada tahun ini. “Mungkin bisa masuk dalam cadangan atau stok pangan pemerintah ya, tapi bukan dari hasil penyerapan,” kata Ruli. Berdasarkan catatan SPI, produksi beras memang naik dibanding tahun lalu pada periode yang sama, tetapi hanya sekitar 2 persen.
Hal yang menjadi sorotan SPI adalah berkurangnya luas tanam tahun ini. “Kalau dari yang BPS (Badan Pusat Statistik) bisa dinyatakan bahwa 100.000 hektar lebih setiap tahunnya terjadi konversi lahan,” ujar Ruli.